Sabtu, 30 Mei 2009

Krriiiiingggg.....Kriiiiiinggggggg.......

"Andi....telpon...?" Hari dengan betenya memanggilku, dia ngantuk sehabis acara rapat pembentukan panitia Ramadhan tadi malam.

"Ya, sebentar....., dah hampir selesai mandi...!!!, dari siapa sih...siang bolong gini..?" jawabku sekenanya dari kamar mandi.

"Biasa...dari Deasy, katanya dia mo tunggu...loe cepetan, interlokal nih...!!!!, Hari makin gedeg aja tau gelagatku yang sok nyantai.

"Ya, brisik amat sih loe"

Telepon itu mungkin telepon ke 1000 kalinya dari Deasy untukku, hal yang aneh, aku belum pernah bertemu dia, tapi kita sudah pacaran. Aku hanya iseng bilang cinta sama dia, dan dia menerimanya. Aku pernah belajar meramal suara orang, dari suaranya gadis itu sangat lembut dan perhatian, aku tidak mencintainya barangkali, karena aku tak mau menggantungkan hidup dalam hal yang tak pasti.

Hampir setiap hari Deasy selalu telpon aku, dari pembicaraan singkat 5 menitan hingga kadang sampai 3 jam. Telingaku kadang panas, sepanas hatiku karena membayangkan kegilaanku berani memacari wanita yang belum pernah aku kutemui.

Dan setahun pun berlalu.................

Aku gelisah, begitu pulang dari kampus aku langsung mengambil wudhu dan sholat dhuhur, mencoba menenangkan diri sejenak. Sudah seminggu ini Deasy tidak menelponku. Aku tidak tahu mengapa...., dia hilang begitu saja. Dia begitu misterius....begitu jauh untuk kujangkau. Hatiku benar2 bingung, tidak biasanya dia seperti ini. Aku sudah terbiasa terbius oleh suara halusnya di tengah malam, aku sudah mencampur dalam desahan manja di telepon itu. Aku mungkin jatuh cinta, tapi otakku memaksaku untuk mengatakan tidak, aku tidak mungkin jatuh cinta pada suara, aku tidak mungkin jatuh cinta pada wujud tanpa rupa.

Kriiiiiiiiiingggggggggggg........

kurang ajar kata batinku, setiap kali ada bunyi telepon hatiku selalu berdegup keras, mengharap Deasy ada di ujung sana. Tapi dia tak kunjung datang, atau aku saja yang bodoh mengharapkan dia. Aku sedang mengarahkan pandanganku pada televisi, acara sinetron yang membosankan, sinetron "Tersanjung" , sinetron tak berkualitas yang hanya membelit2kan pokok persoalan untuk memperpanjang masa tayang, dan celakanya saudara sebangsaku terutama ibu2 termasuk ibuku sendiri suka sekali dengan sinetron itu. Mataku memandangi tv tua itu, tapi sebenarnya menerawang jauh membayangkan apa yang terjadi dengan bidadari kayanganku itu, mungkinkah dia menemukan pria lain dalam kehidupan nyatanya, mungkinkah dia sakit keras sehingga tidak bisa menelpon aku, mungkinkah dia sadar bahwa hubungan seperti ini tidak mungkin dilanjutkan, mungkinkah............

Hari terlihat tersenyum, senyum yang aku selalu hindari untuk melihatnya, karena sifatnya yang kebanci2an itu, tapi kali ini aku harus melihat, karena instingku mengatakan ada berita darinya. Hari mendekatiku, dan berbisik .........

"Andi, Deasy sakit keras, dia menderita leukemia akut, mungkin nyawanya tidak bisa terselamatkan...." Lhadalah ngadubilah, salah satu prasangkaku benar, dia sakit, oh bidadariku itu sakit, oh apa yang harus kulakukan.

"Mana dia...?, mau dia bicara denganku...?"

"Hee...., sabar kenapa...., telponnya sudah ditutup, tadi dia cuman bilang dengan suara yang lemah sekali, mengabarkan kondisinya"

"Kenapa kau tidak kasih aku...?" mmmmmhhhhh aku mau mengumpat, tapi aku tidak terbiasa, aku tidak bisa marah.

"Abisnya dia nggak mau koq..., emang aku harus maksa, enak aja..."

Kali ini aku harus ngalah sama Hari, memang hal ini none of his business, sudah untung dia mau menyampaikan pesannya Deasy. Dugaanku telah menjadi kenyataan, Deasy sakit parah dan dirawat di rumah sakit. Sedangkan aku, aku masih di sini, segar bugar, tidak ikut merasakan penderitaannya, tidak mendampinginya saat dia membutuhkan seseorang disampingnya. Yah, apa mau dikata, nomor telponnya pun aku tidak punya, dia selalu mengelak jika kutanya tentang alamat, no telpon, atau apapun yang berkaitan dengan jatidiri sebenarnya dia. Dia hanya sering bercerita tentang kehidupannya sehari2 di ujung sana, kapan dia pergi ke kampus, bagaimana dia sering merawat anak kecil yang sudah tidak punya ibu lagi (anak tetangganya yang sering dititipkan ke Deasy tanpa bayaran, karena anak itu sangat senang dengannya), bagaimana dia sering digodain sama pemuda2 yang kost di depan rumahnya, semua diceritakan padaku dengan detailnya. Aku seperti dibacakan novel kehidupan seorang bidadari yang hendak mati, tetapi masih melakukan kewajibannya untuk belajar, mengasihi, mencintai, tanpa sekalipun mengharapkan untuk menerima kembali. Pernah suatu saat secara tidak sengaja dia bilang bahwa dia tidak ingin melukai aku, karena dia memang sakit parah dan sudah pasti tidak bisa membahagiakan aku.

Aku menjadi susah tidur selama beberapa hari, lamunanku tidak lain hanyalah Deasy seorang. Fotonya dalam pakaian casual dengan balutan jeans warna abu2 dan t-shirt putih yang begitu cantik sering kupandangi, oh andainya dia benar2 ada dalam kehidupanku. Foto Deasy satu2nya yang kupunya, sebagai tanda perkenalan kira2 setahun yang lalu, yang kudapatkan dari keponakannya yang tinggal sekota denganku. Suaranya yang begitu halus, meyakinkan aku bahwa dia seorang gadis yang lemah lembut, dan cenderung menyendiri. Aku tak tahu mengapa aku harus jatuh cinta dengan hantu, mengapa aku harus mengharapkan orang yang suatu saat pasti mengecewakan aku.

Beberapa hari terlewati sudah, resahku sudah mulai berkurang, mulai sibuk dengan kegiatan kuliah dan kegiatan masjid, bayangan Deasy sudah mulai bisa kulupakan. Tetapi aku tak bisa memungkiri, aku mencintai gadis ini, belum pernah aku menemui wanita selembut dan sehalus dia, maksudku di alam nyata.

Setelah selesai mengerjakan tugas laporan field trip ke objek wisata, mataku sangat lelah setelah hampir semalaman di depan komputer, aku mengambil gitar yang setia menemaniku sejak aku masih di SMA, saksi bisu cinta pertama dan keduaku yang sudah berakhir itu, dan aku mulai menyanyi, sekenanya mulai dari lagunya Norah Jones sampai Didi Kempot, mataku sudah ngantuk sekali, masih kucoba memetik dan menyanyi lagu Diva-nya Gigi, akupun akhirnya terlelap dengan gitar masih di pelukanku...........

sinopsis novel menolak panggilan pulang

Menolak Panggilan Pulang


Diterbitkan oleh CV Media Pressindo, Yogyakarta, Cetakan I Juli 2000
(Dapatkan
di toko-toko buku di kota Anda, atau pesan langsung ke penerbit: CV
Media Pressindo, Jalan Godean, Guyangan GP IV No. 288 Yogyakarta 55292
telepon (0274) 546694

Kisah
dramatis kehidupan suku Bukit di pedalaman Kalimantan: tentang kearifan
dan kesetiaan terhadap nilai adat; cinta anak-anak kepala adat yang
berbeda pandang dalam menyikapi kaumnya yang terasing; ambisi pribadi
yang mendorong terjadinya pengkhianatan; konflik kepentingan yang tak
terselesaikan. Dan, "Malapetaka itu akhirnya menghanguskan
segalanya…." Tapi, cinta ingin tetap dipertahankan walau ia terusir
dari tanah terasing.

Sinopsis

Anak penghulu itu
kelak meneruskan tugas dan kewajiban ayahnya jika sang ayah meninggal.
Tetapi, ketika 11 tahun usianya, ia terserang sakit sehingga
mencemaskan seluruh warga Balai Bidukun. Ketika ia sembuh, orang dari
kota membawanya ke Kandangan untuk disekolahkan.

Maka,
ilmu dan nilai-nilai baru pun ia terima, nilai-nilai yang tentu berbeda
dengan di Bukit, yang modern, yang tidak primitif, dan yang akhirnya
meluruhkan nilai-nilai kesetiaan kepada adat tanah leluhurnya, termasuk
melupaka sumpah bahwa kelak ia akan senantiasa setia dan mengabdi
kepada Bidukun. Jika ia melanggar, ia bersedia menerima hukuman secara
adat. Tetapi cintanya kepada putri Kepala Suku Balai Jalay, Aruni,
tetap mengikatnya kepada Malinu. Sungguh batinnya penuh kontradiksi.
Ketika ia lulus SMA, dan ia kembali ke Malinu–saat itu jalan tembus
sudah dibangun– ia ingin memboyong Aruni ke kota, meninggalkan Malinu
yang tetap terasing. Tetapi sang gadis pujaan tak hendak lepas dari
kaumnya. Ia ingin selamanya mengabdi kepada suku Bukit, untuk
membebaskan dari keterasingan, keterpencilan, kebodohannya, tetapi
tidak meninggalkan nilai-nilai adat suku Bukit.

Dan,
demi sebuah ambisi, Utay diperalat oleh perusahaan hutan tanaman
industri agar mau melobi orang-orang Bukit untuk menanam sejuta pohon
sengon. "Tapi kami tak perlu sengon. Kami tak biasa menanam pohon itu,
kami hanya menanam padi. Jangan paksa kami," tolak warga Malinu.

Segalanya
berakhir pada sebuah pertarungan dahsyat: Utay berkeras membela PT
Rimba Nusantara, tempat ia bekerja, itu semua dilakukan demi ambisi
meski harus mengorbankan sukunya sendiri. Maka, semuanya berakhir pada
api yang berkobar, membakar seisi desa, dan Utay melarikan diri….
Bagaimana dengan Aruni yang ternyata sudah hamil di luar nikah dan itu
merupakan pelanggaran adat yang paling besar dan mesti menerima kutukan
dewa dan roh leluhur?

Kata Pengantar
Oleh Bakdi Soemanto

Ngarto
Februana lahir tiga puluh dua tahun yang lalu. Ia adalah alumni Jurusan
Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada (1995);
sudah barang tentu ia sangat paham dengan sejumlah teori sastra yang
dibawa Prof. A. Teeuw dari Eropa, dan kemudian menjadi salah satu
landasan sangat berpengaruh bagi pemahaman sastra akademik, setelah
dikembangkan oleh tokoh-tokoh ilmu sastra di UGM, misalnya Prof. Dr.
Chamamah Suratno, Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo, Dr. Imran T.
Abdullah, Dr. Faruk H.T., Dra. Sugihastuti, dan lain-lain. Namun
demikian, menulis novel, cerita pendek, lakon, atau puisi, tidak ada
hubungannya dengan teori-teori itu. Menulis karya kreatif erat
kaitannya dengan: (1) kedalaman wawasan penulis kepada kehidupan; (2)
ketelatenannya melatih diri dalam hal mengolah bahasa-kata, yang
merupakan wahana ungkap utama untuk menciptakan sastra; (3) luas
pergaulannya dengan berbagai lekuk-liku kehidupan; dan, (4) bakat
kepengarangannya (authorship). Perkenalan saya dengan dia
memberikan petunjuk bahwa Ngarto Februana adalah penulis yang
memberikan kepada pembacanya suatu janji akan hasil-hasil karyanya yang
kelak akan cukup menggetarkan. Karena itulah, adalah haknya untuk
terus-menerus memperoleh kesempatan karyanya dipublikasikan dan
ditanggapi. Ibarat pemain bulutangkis, suksesnya di arena pertandingan,
antara lain, akan sangat ditentukan oleh frekuensi kesempatannya
mengadu kemampuannya untuk digunakan sebagai bahan refleksi seberapa
tinggi derajat kehebatan yang sudah dicapainya. Berangkat dari alasan
inilah saya memberanikan diri menerima permintaan dari penulis novel
ini untuk menulis kata pengantar ini.

II

Menolak Panggilan Pulang berbicara
tentang kisah manusia di wilayah Loksado, di pedalaman Kalimantan
Selatan. Disebut "tanah terasing" karena wilayah itu dapat dikatakan
terpencil, dan jauh dari kota. Tampaknya, seperti dilukiskan dalam
novel ini, penduduk di wilayah itu memeluk authoctonous religion, kepercayaan setempat, yang manifestasinya adalah penghormatan kepada roh-roh. Dikatakan pada halaman-halaman awal novel ini, "Warga
Balai Bidukun panik. Setan-setan dan roh jahat bagaikan berhamburan
dari lubang-lubang persembunyian. Meniupkan malapetaka. Berkeliling dan
bersorak gembira. Berpesta pora minum darah korbannya yang tak berdaya,
menunggu maut menjemput
." Bagi saya, inilah setting tempat yang sangat penting dan menentukan untuk memahami novel ini. Setting itu,
kemudian, menjadi unsur pokok pencipta suasana, yang bergerak,
berkembang, secara dinamis dalam seluruh novel itu. Bahkan sekaligus
menjadi semacam vision du monde, jika mau meminjam istilah
Lucien Goldman, atau "pandangan dunia", yang dibentuk dan kemudian
membentuk alam pikir orang-orang yang dilukiskan dalam novel itu.

Bagi
saya, munculnya roh-roh yang mengamuk, memberikan indikasi bahwa
wilayah ini adalah tempat yang memang sungguh-sungguh terasing, seperti
diisyaratkan oleh judul novel ini, yakni dalam artian "tanah
pedalaman", semacam the eart land, yang letaknya jauh dari
wilayah pantai. Disebut terasing sebab walaupun ada Sungai Amandit yang
menjadi jalan penghubung ke Kota Kandangan1, sebagai sarana
orang-orang di desa-desa Loksado itu menjual bambu, tidak membawa
akibat perubahan pada masyarakat di Desa Malinau. Ini menarik untuk
dipersoalkan, dalam arti, bagaimanakah sifat kontak-kontak kebudayaan
antara wilayah maju dan wilayah asli ini terjadi. Dalam novel ini,
Ngarto Februana, tampaknya, tidak sempat mengeksplorasi kontak-kontak
kebudayaan yang terjadi. Memang, dalam novel ini dilukiskan adanya
perubahan, misalnya tanah di perbukitan yang semula lebat dan kemudian,
karena penebangan pohon hutan secara besar-besaran, mengakibatkan
wilayah itu berubah menjadi padang ilalang. Namun demikian, kontak
kebudayaannya itu sendiri, dialog budayanya itu, tidak sempat
terlukiskan. Tentu saja, ini soal pilihan. Karenanya, keterasingan Desa
Malinau, yang menjadi latar tempat utama terasa tampak jelas. Pembaca
bisa membayangkan, ibarat Pulau Kalimantan itu selembar taplak meja
berwarna hijau atau biru polos tergelar, ada bagian-bagiannya yang
basah atau bekas-bekas bagian yang basah itu, dan tampak sangat
mencolok, mungkin bahkan menggetarkan. Karenanya, sebagai suatu construct pikiran,
jika dipandang secara struktural, situasi keterpencilannya itu sendiri
mendukung situasi keterasingan Desa Malinau itu, sehingga dari sudut setting tempat seluruh novel ini tampak utuh.

Novel
ini, dimulai dari sang protagonis yang terserang penyakit. Sakit yang
diderita oleh tokoh utama ini, bocah bernama Utay, tampaknya menjadi
awal dari seluruh kisah, hingga novel ini berakhir.

Awal
novel ini dipersiapkan dengan cukup cermat. Pertama, si bocah, Utay,
terkena penyakit, yang, karena dia adalah putra pemimpin adat desa itu,
menjadi perhatian seluruh penduduk setempat. Orang-orang yang
berkerumun sempat sangat cemas dengan penyakit yang diderita si bocah,
sebab, "Ia tidak boleh mati. Dialah pengganti ayahnya kelak"
(hal. 4). Dilihat dari teori penyutradaraan, sejak awal Utay sudah
disiapkan menjadi fokus. Dan, tatkala akhirnya Utay sembuh, semua orang
bergembira dan mensyukuri karenanya, toh penghulu itu tetap berduka. "Malapetaka akan datang, Asuy" (hal.
9), kata penghulu itu, yang menjadikan Asuy, salah seorang penduduk
desa itu, bengong, tak paham. Ucapan kepala adat ini juga sangat
penting diperhatikan. Sebab, dengan ucapan itu, saya, selaku pembaca,
dipaksa untuk terus menikmati novel ini sambil bercemas-cemas apa yang
akan terjadi di desa itu. Ketiga, walaupun penduduk setempat masih
memegang teguh adat-istiadat setempat, namun cukup merasa bangga kalau
ada salah seorang anaknya yang berhasil tamat, paling sedikit, sekolah
dasar. "Dia lulus sekolah dasar. Pada tahun ini dialah satu-satunya
anak di desa ini yang bisa menamatkan sampai sekolah dasar." Wajah
penghulu memancarkan rasa bangga terhadap anaknya (hal. 11). Namun,
tatkala salah seorang tamu, yang bernama Rohaimi, mengusulkan agar Utay
bisa melanjutkan sekolah ke SMP di kota, penghulu menolak gagasan itu.
Mula-mula dengan alasan tidak ada uang untuk itu. Kemudian, ditegaskan
bahwa, "Selain itu, Utay tak mungkin setiap hari harus pulang-balik dari Malinau ke kota."
(hal. 11). Dan tatkala masalah itu, menurut Rohaimi, bisa diatur, Pak
Penghulu menghindar dari pembicaraan lebih lanjut. Keempat, melalui
narasinya, Ngarto Februana mengungkapkan bahwa sebenarnya "kira-kira
dua puluh tahun, wajah Loksado berubah. Kehidupan suku Bukit yang
tenang dan damai terusik oleh mesin-mesin gergaji yang mengamuk,
membabat pohon-pohon besar. Perbukitan yang dilapisi dengan hutan
belantara berubah jadi padang ilalang. Binatang hutan seperti hirangan
(kera besar berbulu hitam dan berekor panjang), babi hutan, pelanduk,
dan beruang menyingkir, mencari tempat yang masih aman buat
kelangsungan hidupnya. Demikian pula dengan suku Bukit. Mereka
menyingkir dan tergusur" (hal. 13). Dan, seperti dikatakan oleh
penghulu, "Malapetaka betul-betul datang" (hal. 14).

Apa
yang menarik? Barangkali karena Ngarto Februana banyak berkesempatan
bergaul dengan teori-teori sastra, setidaknya, secara teknis, ia
berhasil menyusun bagian awal dari novel ini sebagai exposition yang
lengkap. Ini artinya, saya didorong berspekulasi, betapapun konon, kata
para ahli, kreativitas sastra tidak ada hubungannya dengan teori-teori
bersastra, namun, dalam hal teknis, ternyata, teori sastra mampu pula
memberikan sumbangannya yang nyata. Contoh lain, bisalah pembaca
mengenang tatkala pembaca menikmati sebuah novel karya Albert Camus
(1964) yang berjudul L’estrager alias "Orang Asing" itu.
Pembaca yang pernah menikmati, saya pikir akan sependapat dengan saya,
bahwa novel itu "terlalu" sempurna, dalam arti teknis. Dan itu terjadi,
mungkin, karena Camus memang suka menggeluti teori-teori sastra tatkala
masih mahasiswa di fakultas filsafat. Saya tidak mengatakan novel
Ngarto Februana sangat sempurna, tetapi kalau nanti pembaca menikmati
sendiri, akan melihat dan kemudian merasakan bahwa apa yang diungkap di
depan, merupakan semacam rumusan masalah yang akan dibahas dalam corpus novel ini. Jelasnya, eksposisi, atau yang oleh dosen-dosen IKIP sering disebut dengan istilah pemaparan, memberikan kunci seluruh persoalan yang menjadi jiwa novel ini.

Utay, anak Penghulu Bidukun, yang sakit itu, ternyata, seperti dikatakan Yun, "Aruni dan Utay berciuman! (hal. 111), akibatnya, setelah mendengar laporan itu, Kepala Penghulu bagai disambar petir (hal. 111). Perbuatan Utay dan Aruni, yang sebenarnya secara adat sudah direncanakan akan diperjodohkan, dianggap sebagai pamali, yakni terlarang atau tabu. Pelanggaran ini akan
kena murka roh leluhur dan para Dewa. Bagaimana pula dengan kata orang
nanti, jika kejadian ini sampai menyebar: Putri Penghulu Jalay
berciuman dengan putra Penghulu Bidukun
! (hal. 111). Pada
titik ini, kembali Utay menjadi fokus perhatian. Namun, berbeda dari
perhatian pada awal kisah, kali ini berbalikan. Jika yang pertama
diperhatikan itu bersifat simpati kepada si sakit, yang kedua,
perhatian bersifat kekecewaan, bahkan dianggap sebagai destruktif.

Akan
tetapi, apa sebenarnya yang telah terjadi? Peristiwa berciuman itu
terjadi di sungai. Dari dialog yang terjadi antara Utay dan Aruni,
tampak bahwa Utay, sebenarnya, sudah memiliki wawasan yang berbeda.
Utay ingin bekerja di PT Rimba Nusantara, di Kota Kandangan. Ia bahkan
menolak permintaan gurunya, Pak Husein, untuk menjadi guru (hal. 94). "Tekadku sudah bulat,"
tukas Utay (hal. 94). Bahkan, tatkala Aruni mengingatkannya bahwa ia
kelak harus menggantikan ayahnya sebagai penghulu, Utay menjawab, "Biar dipimpin orang lain" (hal. 94). Yang menarik, dalam benak Utay muncul pikiran sangat demokratis. "Aku tidak mau jadi penghulu, maka orang lain yang akan dipilih jadi penghulu. Seperti di Maramis. Semua orang turut memilih" (hal. 94). Tak hanya itu, Utay pun menegaskan pandangannya: "Runi,
kalau kamu jadi istriku nanti, kamu tinggal di Kandangan, jika aku
nanti ditempatkan di Kandangan. Atau mungkin di Rantau, bila aku
ditempatkan di sana. Kamu pasti senang tinggal di kota. Ramai dan
banyak hiburan. Penduduknya maju. Tidak seperti di Bukit. Primitif!
"
(hal. 94). Bagi Aruni, sikap Utay akibat "pengaruh orang kota! Pengaruh
sekolahan!" (hal. 94). Yang dikatakan Aruni tentu saja sangat benar.
Sekolah adalah agent of change. Jika demikian, yang
dikhawatirkan oleh ayah si Utay memang benar. Mungkin, alasan ia tidak
menyetujui bahwa melanjutkan pendidikan ke Kandangan Utay akan
bolak-balik Malinau-Kandangan hanyalah ungkapan yang tercetus; ada yang
lebih dalam lagi yang dicemaskan tetapi tak terkatakan, yaitu goyahnya
seluruh jagad Malinau, karena terjadi pergeseran unsurnya. Bumi di
Malinau akan gonjang-ganjing, langit akan kelap-kelap katon lir gincanging aris, Sungai Amandit akan kocak dan perbukitan di Desa Malinau akan manggut-manggut, dan sabarang dinulu akan moyag-mayig. Bagi penduduk setempat, peristiwa itu adalah zaman edan, sementara
bagi mereka yang paham akan apa yang disebut masyarakat akan melihatnya
sebagai perubahan sosial. Dan perubahan masyarakat itu, seperti sudah
dikemukakan pada awal tulisan, tak lain akibat kontak-kontak dengan
kebudayaan di luar lingkungan yang tidak bisa dicegah.

Dalam sebuah bukunya yang sangat penting sekaligus sangat indah, Semangat Indonesia: Suatu Perjalanan Budaya (1985),
Prof. Dr. H. Umar Kayam telah menyaksikan dan sekaligus meramalkan
berbagai perubahan sosial yang sudah dan akan terjadi di seluruh
wilayah Nusantara. Adapun perubahan sosial dimaksud adalah mencairnya
kebudayaan-kebudayaan setempat dari sifatnya yang homogen menjadi lebih
heterogen; dan yang lebih penting lagi, penerus-penerus nilai-nilai
budaya setempat tidak lagi dapat diharapkan adanya kerena orang-orang
muda pergi meninggalkan tempat asalnya untuk memburu ilmu, seperti yang
terjadi di Mahadumuk, di perbatasan Kalimantan dan Brunei Darussalam,
di sebelah utara jauh dari Desa Malinau yang dilukiskan Ngarto Februana.

Karena
itu, perubahan alam yang terjadi di Perbukitan, tatkala perusahaan
penebangan membabat pohon-pohon tanpa upacara (hal. 13), adalah bagian
dari gempuran-gempuran nilai dari luar yang memorak-porandakan keadaan
fisik; sementara dari dalam, perubahan dipercepat melalui pergeseran
wawasan. Novel ini terasa sangat menggigit karena perubahan dari dalam
itu justru dipelopori oleh Utay, seorang pemuda putra penghulu sendiri.
Karena itu, sebagai pembaca, saya merasakan betapa getirnya yang
dirasakan Penghulu Bidukun itu. Perasaan cemas tatkala Utay sakit,
seperti dilukiskan pada awal novel ini, berubah menjadi kejengkelan
luar biasa, dan mungkin Penghulu Bidukun menyesal mengapa anak itu
tidak mati saja kalau akhirnya justru membawa "malapetaka" bagi desa
adat itu. Apalagi tatkala Utay sudah mulai bekerja di Kandangan,
tatkala pulang ke Malinau, cara ia menyapa Aruni berubah sama sekali, "Hallo, sayangku!"

Sangat
jelas, kata-kata seperti itu muncul akibat pengaruh kehidupan di
Kandangan. Di kota, kata-kata seperti itu bukanlah hal yang aneh. Yang
menarik, mungkin cara Utay mengucapkan kata-kata itu dengan tekanan
yang sedikit over acting, sehingga menampakkan gejala sebagaimana orang yang baru pertama kali berkenalan dengan kebudayaan baru.

Pada titik ini, suasana kontras sangat terasa. Yang membawa kebudayaan baru bersikap over acting, yang mempertahankan kebudayaan lama bertahan keras dengan cultural resistance-nya.
Bayangkan saja, jika ia kemudian datang lagi ke desanya dengan jeep
Hartop hijau muda (hal. 123) bahkan secara sangat mencolok, Jeep itu berhenti di jalan tembus … (hal. 123). Maka tidaklah mengherankan jika Anak-anak berlarian mendekati jeep (hal. 123). Mereka mengagumi kendaraan modern itu. (hal. 124).

Walaupun cara Ngarto Februana bercerita sangat sederhana, using plain and simple language, kalau menurut istilah Dr. Djuhertati Imam Muhni, M.A., namun, bahasa biasa-biasa itu, dalam pengalaman pembacaan, sangat engaging, memikat,
setidaknya bagi saya. Sebab, apa yang dikemukakan Ngarto Februana,
menurut istilah Edmund Sihui-Maho, seorang kritikus sastra asal Hong
Kong, hal seperti itu, hingga kini masih terjadi. Di pabrik-pabrik
gula, orang masih menyelenggarakan upacara yang disebut dengan istilah cembengan,
pada saat mengawali giling. Upacara itu, walaupun banyak ragamnya,
intinya memuliakan mesin-mesin giling itu, agar pada saat giling nanti
tidak macet. Orang-orang masih berpendapat bahwa mesin-mesin itu dijaga
oleh roh-roh, yang apabila roh-roh itu marah, mesin bisa mendadak tidak
mau bekerja. Para mekanik mengatakan mesin itu rusak. Tapi bagi para
pekerja dan mungkin juga pimpinan pabrik, mesin itu terkena gangguan.
Untuk menghindarinya, diperlukan sesaji. Pengalaman saya melakukan
penelitian petani tebu di wilayah Jepara dan Jawa Timur menunjukkan
kenyataan itu. Ini memberikan isyarat bahwa dalam menghadapi teknologi
maju, terkadang, dalam banyak hal, kita masih sangat gamang. Salah satu
sumber sebabnya, kita tidak dipersiapkan untuk banyak bertanya dan
mempertanyakan fenomena yang ada, tetapi dididik menerima begitu saja
tanpa mempersoalkannya. Karena itu, betapapun dahsyatnya teknologi maju
itu, kehadirannya sering tidak membawa perubahan wawasan; kita tak
menjadi lebih kritis, tetapi sebaliknya justru memasukkan jagad
teknologi itu ke dalam wilayah alam pikir kita yang mistis. Maka,
teknologi itu ditangkapnya sebagai wonders of the world, sesuatu
yang mengagumkan, dan diterima sebagai bagian dari keajaiban magis,
tetapi bukan sebagai prestasi yang dicapai manusia lewat peradaban.
Tidaklah mengherankan jika Mereka seakan melihat Utay seperti anak dewa. Gagah dan tampan (hal. 124).

Dalam
pembicaraan antara Penghulu dan Utay, sebenarnya adegan dialog antara
ayah dan anak, yang terjadi adalah pertentangan pendapat. Pertentangan
itu bukan sekadar masalah setuju dan tidak setuju, tetapi berangkat
dari wawasan yang berbeda. Utay dan tiga orang temannya ingin menanam
sengon, akasia, sungkai; sementara Penghulu menghendaki agar tanah
ditanami padi dan cabai. Persoalannya bagi Utay bahwa sengon, secara
ekonomi, mendatangkan laba banyak: "Tapi, Bah, ini menguntungkan kita". (hal. 126). Pengertian menguntungkan bagi Utay sangat berbeda dari yang dipahami Penghulu.

Bagi
Utay, pengertian "menguntungkan" berarti kesejahteraan secukupnya yang
berdimensi kosmologis. Karenanya, begitu mendengar bujukan Utay,
Penghulu marah. "Diam! Seharusnya ikam berpihak pada Malinau (hal. 127). Tampaklah di sini bahwa datangnya teknologi maju tidak hanya menimbulkan masalah skill atau keterampilan menguasainya, tetapi juga wawasan "kefilsafatan" yang menjadi roh di belakangnya.

Apa
yang tampak? Bagi saya, teknologi dan wawasan kota telah membawa Utay
pada sikap demitologik terhadap lingkungan lamanya. Memang, seperti
dilukiskan oleh Inkeles (1970), dalam bukunya yang terkenal, Becoming Modern,
teknologi maju yang datang dari kebudayaan Barat, membebaskan manusia
dari kungkungan legenda dan mitologi. Itulah sebabnya orang mengatakan,
pendidikan membebaskan manusia dari alam pikir mistis. Akan tetapi yang
perlu dipersoalkan, aspek manakah dari teknologi maju yang mampu
membebaskan manusia dari padangan takhayul itu? Teknologinya sendiri
yang berarti kemampuan skill, keterampilan, atau wawasan kefilsafatannya yang berlandaskan sikap senantiasa bertanya?

Hal
yang menarik pula dalam novel ini, sebenarnya pergulatan antara adat
pada satu pihak dan dorongan alamiah manusia pada pihak lain. Tatkala
Utay mulai berkenalan dengan kehidupan kota, sebenarnya, umurnya sudah
cukup dewasa. Ia mulai diganggu oleh dorongan-dorongan dari dalam,
berdekapan, berciuman, meremas-remas buah dada, dan tindakan-tindakan
lanjutan, yang intinya bersumber pada kebutuhan untuk menyatakan diri
sebagai makhluk laki-laki di ambang dewasa. Tetapi, apabila dorongan
itu dilaksanakan yang terjadi adalah pamali , yakni perbuatan
tabu. Pandangan tentang yang tabu dan tidak ini mulai luntur pula pada
Utay, sebelum ia pergi ke Kandangan untuk bekerja di PT Rimba Nusantara.

"Jangan! Jangan!" pekik Aruni. "Aku takut pada Dewa dan roh nenek moyang!"

Utay berhasil mencium bibir Aruni. Kali ini Aruni tidak menangis lagi. (hal 96).

Kutipan
ini sangat menarik diperhatikan. Pertama, Utay yang sudah berkenalan
dengan kebudayaan kota mulai cuek dengan soal tabu dan tidak tabu.
Namun, sebenarnya, masalahnya ada yang lebih dalam lagi. Ketiadaan
pertimbangan akan hukum adat, naluri alamiahnya semakin menggelora. Ini
artinya, hukum adat berhadapan dengan hal-hal yang sifatnya naluri
manusia. Kedua, Aruni yang semula menangis, setelah dicium, dikatakan tidak menangis lagi (hal
96). Tampaknya, pergulatan antara hukum-adat atau larangan agama dengan
dorongan alamiah manusiawi ini universial adanya. Dalam tradisi sastra
Inggris, orang bisa membaca sebuah novel karya D.H. Lawrence (1967)
yang berjudul Lady Chaterley’s Lover ; tradisi sastra Prancis menghadirkan karya Gustav Flaubert (1975) Madame Bovary ; tradisi sastra Amerika melahirkan sebuah novel karya Nathaniel Hawthorn (1960) berjudul Scarlet Letter ; tradisi sastra Rusia menyajikan sebuah novel raksasa karya Leo Tolstoy (1961) berjudul Anna Karenina. Novel-novel
kelas dunia itu melukiskan pergulatan antara larangan adat plus
larangan yang termaktup pada ajaran agama dengan dorongan almiah
manusia. Sikap menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang
itu, dalam novel-novel tersebut, selalu menampakkan bias antara dimensi
moral-religius dan dimensi moral-kelas sosial. Dengan menggunakan
alasan bahwa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh perempuan dalam
novel-novel dimaksud adalah melanggar moral agama, sebenarnya, tersirat
juga nuansa mempertahankan kemurnian kelas sosial, agar tetap
terpandang sebagai kelompok masyarakat terhormat. Nuansa demikian juga
tampak pada novel Ngarto Februana. Tindakan berciuman di sungai (hal
96) dan bahkan akhirnya, Di sana, ia melepaskan rok yang dikenakan Aruni. Gadis itu terbaring pasrah. Bahkan ketika Utay menindihnya (hal. 131)
adalah tindakan terkutuk oleh adat, yang akan dapat menimbulkan amarah
para Dewa, dan sekaligus akan meruntuhkan kedudukan derajat dan
kehormatan orang tua mereka sebagai penghulu.

Ini
artinya, rontoknya Desa Malinau sebagai wilayah kesatuan kosmologis
didorong dari dua arah. Pertama, arah fisik, dengan datangnya teknologi
dan wawasan ekonomi; dan kedua, dari dalam sendiri, karena gempuran
alamiah manusiawi.

III

Bagi
saya, novel ini menarik sekali. Pertama, novel sangat sarat dengan
warna lokal, yang mirip satu laporan penelitian antropologis, dengan
alamat pengamatan etnografi. Dengan membaca novel ini, kita banyak
belajar tentang suatu suku yang sebelumnya tidak pernah kita kenal.
Mungkin, jika situasi di desa itu ditulis oleh seorang peneliti,
hasilnya tidak menarik bagi orang awam seperti saya. Tetapi dengan
ditulis dan disajikan dalam bentuk novel, yang dijalin dengan kisah
percintaan adat dalam suatu perspektif perubahan sosial, pelukisan
antropologis dalam novel ini lebih mudah dicerna. Kedua, novel ini
ditulis dengan teknik bercerita yang cermat; ada kesadaran menyusun
suatu construct yang utuh, sehingga yang terlukis di awal novel
ini merupakan pemaparan masalah pokok yang berkembang pada penceritaan
berikutnya. Ketiga, melalui novel ini, seperti halnya novel berjudul Bekisar Merah karya Ahmad Tohari (1993) maupun sebuah novel berjudul The Last of the Mohican
karya James Flenimore Cooper (1947) menampakkan bahwa datangnya
teknologi maju di satu wilayah "tertutup" tanpa persiapan mental dan
intelektual penduduk setempat akan membawa kehancuran desa itu.
Keempat, dalam novel ini, untuk kesekian kalinya, seperti telah
dilukiskan oleh banyak karya sastra, senantiasa pergulatan antara
dorongan alamiah manusiawi dengan hukum adat dan moral religius terus
terulang sepanjang sejarah manusia, di mana pun dan kapan pun. Kelima,
menurut pengakuan Ngarto Februana sendiri, novel ini ditulis atas dasar
pengamatannya langsung pada wilayah ini, tatkala ia mendapat kesempatan
tinggal di desa ini selama beberapa bulan dalam rangka KKN, Kuliah
Kerja Nyata, pada tahun 1993. Dengan Kuliah Kerja Nyata yang singkat
itu, tampaknya, Ngarto Februana memanfaatkan kesempatan itu dengan
masuk dan berkuliah di universitas kehidupan. Ia, tidak seperti
mahasiswa-mahasiswi lain, yang biasanya dalam KKN memberi pelajaran,
kursus, atau melatih keterampilan penduduk setempat, Ngarto Februana
justru belajar. Dia, saya bayangkan, di Desa Malinau, mendengarkan para
"mahaguru" memberi kuliah kepadanya tentang arti pergulatan dalam
hidup. Para mahaguru itu mungkin justru orang-orang di desa setempat
yang pendidikannya paling tinggi sekolah dasar, bahkan mereka yang
belum sempat belajar membaca. Ia juga berkuliah dengan mendengarkan
kebijakan-kebijakan hidup yang diberikan lewat suara angin yang
menggoyangkan daun-daun; aum binatang-binatang buas, dan gunung-gunung.
Ngarto Februana mencatatnya pada kertas jiwanya, dengan pena yang
digerakkan oleh "tangan-roh"nya, setelah ditangkap dengan mata dan
telinga-hatinya. Karena itu, walaupun di sana-sini novel ini masih
menampakkan kelemahan, karya ini merupakan teladan bagi
mahasiswa-mahasiswi yang akan berangkat KKN, dari jurusan atau fakultas
apa pun dia.

Lalu, bagaimana
akhir cerita novel ini? Kiranya kurang etis jika saya sajikan di sini.
Terus terang, tugas saya hanya memancing keinginan pembaca untuk
berkonfrontasi sendiri dengan novel ini, di suatu malam panjang, dalam
kamar, sambil merenung-renung.

सिटी Nurbaya

Sinopsis NoveL Siti Nurbaya

Posted on 3 December 2008 by cys77.
Categories: BI.

siti nurbaya
Dengan maksud yang licik Datuk Maringgih meminjamkan uangnya pada Baginda Sulaiman. Berkat pinjangan uang dari Datuk Maringgih tersebut, usaha dagang Baginda maju pesat. Namun sayang, rupanya Datuk Maringgih menjadi iri hati melihat kemajuan dagang yang dicapai oleh Baginda Sulaiman ini, maka dengan seluruh orang suruhanya, yaitu pendekar lima, pendekar empat serta pendekar tiga, serta yanglainnya Datuk Maringgih memerintahkan untuk membakar toko Baginda Sulaiman. Dan toko Bagindapun habis terbakar. Akibatnya Baginda Sulaiman jauh bangrut dan sekligus dengan hutang yang menunpuk pada Datuk Maringgih.

Di tengah-tengah musibah tersebut, Datuk Maringgih menagih hutangnya kepadanya. Jlas, tentu saja Baginda Sulaiman tidak mempu membayarnya. Hal ini memang sengaja oelh datuk Maringgih, sebab dia sudah tahu pasti bahwa Baginda Sulaiman tidak mampu membayarnya. Dengan alasan hutang tersebut, Datuk Maringgih langsung menawarkan bagaimana kalau Siti Nurbaya, Putri Baginda Sulaiman dijadikan istri Datuk Maringgih. Kalau tawaran Datuk Maringgih ini diterima, maka hutangnya lunas. Dengan terpaksa dan berat hati, akhirnya Siti Nurbaya diserahkan untuk menadi istri Datuk Maringgih.

Waktu itu Samsulbahri, kekasih Siti Nurbaya sedang menuntut ilmu di Jakarta. Namun begitu, Samsul Bahri tahu bahwa kekasihnya diperistri oleh orang lain. Hal tersebut dia ketahui dari surat yang dikirim oleh Siti Nurbaya kepadanya. Dia sangat terpukul oleh kenyataan itu. Cintanya yang menggebu-gebu padanya kandas sudah. Dan begitupun dengan Siti Nurbaya sendiri, hatinya pun begitu hancur pula, kasihnya yang begitu dalam pada Samsulbahri kandas sudah akibat petaka yangmenimpa keluarganya.

Tidak lama kemudian, ayah Siti Nurbaya jatuh sakit karena derita yangmenimpanya begitu beruntun. Dan, kebetulan itu Samsulbahri sedang berlibur, sehingga dia punya waktu untuk mengunjungi keluarganya di Padang. Di samping kepulangnya kekampung pada waktu liburan karena kangennya pada keluarga, namun sebenarnya dia juga sekaligus hendak mengunjungi Siti Nurbaya yang sangat dia rindukan.

Ketika Samsulbahri dan Siti Nurbaya sedang duduk di bawah pohon, tiba-tiba muncul Datuk Maringgih di depan mereka. Datuk Maringgih begitu marah melihat mereka berdua yang sedang duduk bersenda gurau itu, sehingga Datuk maringgih berusaha menganiaya Siti Nurbaya. Samsulbahri tidak mau membiarkan kekasihnya dianiaya, maka Datuk Maringgih dia pukul hingga terjerembab jatuh ketanah. Karena saking kaget dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak keras hingga terdengar oleh ayahnya di rumah yang sedang sakit keras. Mendengar teriakan anak yang sangat dicinatianya itu, dia berusaha bangun, namun karena dia tidak kuat, ayah Siti Nurbaya kemudian jatuh terjerembab di lantai. Dan rupanya itu juga nyawa Baginda Sulaiman langsung melayang.

Karena kejadian itu, Siti Nurbaya oleh datuk Maringgih diusir, karena dianggap telah mencoreng nama baik keluarganya dan adat istiadat. Siti Nurbaya kembali ke kampunyanya danm tinggal bersama bibinya. Sementara Samsulbahri yang ada di Jakarta hatinya hancur dan penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang telah merebut kekasihnya. Siti Nurbaya menyusul kekasihnya ke Jakarta, naumun di tengah perjalanan dia hampir meninggal dunia, ia terjatuh kelaut karena ada seseorang yang mendorongnya. Tetapi Siti Nurbaya diselamatkan oleh seseorang yang telah memegang bajunya hingga dia tidak jadi jatuh ke laut.

Rupanya, walaupun dia selamat dari marabahaya tersebut, tetapi marabahaya sberikutnye menunggunya di daratan. Setibanya di Jakarta, Siti Nurbaya ditangkap polisi, karena surat telegram Datuk Maringgih yang memfitnah Siti Nurbaya bahwa dia ke Jakarta telah membawa lari emasnya atau hartanya.

Samsulbahri berusaha keras meolong kekasihnya itu agar pihak pemerintah mengadili Siti Nirbaya di Jakarta saja, bukan di Padang seperti permintaan Datuk Maringgih. Namun usahanya sia-sia, pengadilan tetap akan dilaksanakan di Padang. Namun karena tidak terbukti Siti Nurbaya bersalah akhirnya dia bebas.

Beberapa waktu kemudian. Samsulbahri yang sudah naik pangkat menjadi letnan dikirim oleh pemerintah ke Padang untuk membrantas para pengacau yang ada di daerah padang. Para pengacau itu rupanya salah satunya adalah Datuk Maringgih, maka terjadilah pertempuran sengit antara orang-orang Letnan Mas (gelar Samsulbahri) dengan orang-orang Datuk Maringgih. Letnan Mas berduel dengan Datuk Maringgih. Datuk Maringgih dihujani peluru oleh Lentan Mas, namun sebelum itu datuk Maringgih telah sempat melukai lentan Mas dengan pedangnya. Datuk Maringgih meninggal ditempat itu juga, sedangkan letan mas dirawat di rumah sakit.

Sewaktu di rumah sakit, sebelum dia meninggal dunia, dia minta agar dipertemukan dengan ayahnya untuk minta maaf atas segala kesalahannya. Ayah Samsulbahri juga sangat menyesal telah mengata-ngatai dia tempo dulu, yaitu ketika kejadian Samsulbahri memukul Datuk Maringgih dan mengacau keluarga orang yang sangat melanggar adat istiadat dan memalukan itu. Setelah berhasil betemu dengan ayahnya, Samsulbahripun meninggal dunia. Namun, sebelum meninggal dia minta kepada orangtuanya agar nanti di kuburkan di Gunung Padang dekat kekasihnya Siti Nurbaya. Perminataan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia dikuburkan di Gunung Padang dekat dengan kuburan kekasihnya Siti Nurbaya. Dan di situlah kedua kekasih ini bertemu terakhir dan bersama untuk selama-lamanya.

Dengan maksud yang licik Datuk Maringgih meminjamkan uangnya pada Baginda Sulaiman. Berkat pinjangan uang dari Datuk Maringgih tersebut, usaha dagang Baginda maju pesat. Namun sayang, rupanya Datuk Maringgih menjadi iri hati melihat kemajuan dagang yang dicapai oleh Baginda Sulaiman ini, maka dengan seluruh orang suruhanya, yaitu pendekar lima, pendekar empat serta pendekar tiga, serta yanglainnya Datuk Maringgih memerintahkan untuk membakar toko Baginda Sulaiman. Dan toko Bagindapun habis terbakar. Akibatnya Baginda Sulaiman jauh bangrut dan sekligus dengan hutang yang menunpuk pada Datuk Maringgih.

Di tengah-tengah musibah tersebut, Datuk Maringgih menagih hutangnya kepadanya. Jlas, tentu saja Baginda Sulaiman tidak mempu membayarnya. Hal ini memang sengaja oelh datuk Maringgih, sebab dia sudah tahu pasti bahwa Baginda Sulaiman tidak mampu membayarnya. Dengan alasan hutang tersebut, Datuk Maringgih langsung menawarkan bagaimana kalau Siti Nurbaya, Putri Baginda Sulaiman dijadikan istri Datuk Maringgih. Kalau tawaran Datuk Maringgih ini diterima, maka hutangnya lunas. Dengan terpaksa dan berat hati, akhirnya Siti Nurbaya diserahkan untuk menadi istri Datuk Maringgih.

Waktu itu Samsulbahri, kekasih Siti Nurbaya sedang menuntut ilmu di Jakarta. Namun begitu, Samsul Bahri tahu bahwa kekasihnya diperistri oleh orang lain. Hal tersebut dia ketahui dari surat yang dikirim oleh Siti Nurbaya kepadanya. Dia sangat terpukul oleh kenyataan itu. Cintanya yang menggebu-gebu padanya kandas sudah. Dan begitupun dengan Siti Nurbaya sendiri, hatinya pun begitu hancur pula, kasihnya yang begitu dalam pada Samsulbahri kandas sudah akibat petaka yangmenimpa keluarganya.

Tidak lama kemudian, ayah Siti Nurbaya jatuh sakit karena derita yangmenimpanya begitu beruntun. Dan, kebetulan itu Samsulbahri sedang berlibur, sehingga dia punya waktu untuk mengunjungi keluarganya di Padang. Di samping kepulangnya kekampung pada waktu liburan karena kangennya pada keluarga, namun sebenarnya dia juga sekaligus hendak mengunjungi Siti Nurbaya yang sangat dia rindukan.

Ketika Samsulbahri dan Siti Nurbaya sedang duduk di bawah pohon, tiba-tiba muncul Datuk Maringgih di depan mereka. Datuk Maringgih begitu marah melihat mereka berdua yang sedang duduk bersenda gurau itu, sehingga Datuk maringgih berusaha menganiaya Siti Nurbaya. Samsulbahri tidak mau membiarkan kekasihnya dianiaya, maka Datuk Maringgih dia pukul hingga terjerembab jatuh ketanah. Karena saking kaget dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak keras hingga terdengar oleh ayahnya di rumah yang sedang sakit keras. Mendengar teriakan anak yang sangat dicinatianya itu, dia berusaha bangun, namun karena dia tidak kuat, ayah Siti Nurbaya kemudian jatuh terjerembab di lantai. Dan rupanya itu juga nyawa Baginda Sulaiman langsung melayang.

Karena kejadian itu, Siti Nurbaya oleh datuk Maringgih diusir, karena dianggap telah mencoreng nama baik keluarganya dan adat istiadat. Siti Nurbaya kembali ke kampunyanya danm tinggal bersama bibinya. Sementara Samsulbahri yang ada di Jakarta hatinya hancur dan penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang telah merebut kekasihnya. Siti Nurbaya menyusul kekasihnya ke Jakarta, naumun di tengah perjalanan dia hampir meninggal dunia, ia terjatuh kelaut karena ada seseorang yang mendorongnya. Tetapi Siti Nurbaya diselamatkan oleh seseorang yang telah memegang bajunya hingga dia tidak jadi jatuh ke laut.

Rupanya, walaupun dia selamat dari marabahaya tersebut, tetapi marabahaya sberikutnye menunggunya di daratan. Setibanya di Jakarta, Siti Nurbaya ditangkap polisi, karena surat telegram Datuk Maringgih yang memfitnah Siti Nurbaya bahwa dia ke Jakarta telah membawa lari emasnya atau hartanya.

Samsulbahri berusaha keras meolong kekasihnya itu agar pihak pemerintah mengadili Siti Nirbaya di Jakarta saja, bukan di Padang seperti permintaan Datuk Maringgih. Namun usahanya sia-sia, pengadilan tetap akan dilaksanakan di Padang. Namun karena tidak terbukti Siti Nurbaya bersalah akhirnya dia bebas.

Beberapa waktu kemudian. Samsulbahri yang sudah naik pangkat menjadi letnan dikirim oleh pemerintah ke Padang untuk membrantas para pengacau yang ada di daerah padang. Para pengacau itu rupanya salah satunya adalah Datuk Maringgih, maka terjadilah pertempuran sengit antara orang-orang Letnan Mas (gelar Samsulbahri) dengan orang-orang Datuk Maringgih. Letnan Mas berduel dengan Datuk Maringgih. Datuk Maringgih dihujani peluru oleh Lentan Mas, namun sebelum itu datuk Maringgih telah sempat melukai lentan Mas dengan pedangnya. Datuk Maringgih meninggal ditempat itu juga, sedangkan letan mas dirawat di rumah sakit.

Sewaktu di rumah sakit, sebelum dia meninggal dunia, dia minta agar dipertemukan dengan ayahnya untuk minta maaf atas segala kesalahannya. Ayah Samsulbahri juga sangat menyesal telah mengata-ngatai dia tempo dulu, yaitu ketika kejadian Samsulbahri memukul Datuk Maringgih dan mengacau keluarga orang yang sangat melanggar adat istiadat dan memalukan itu. Setelah berhasil betemu dengan ayahnya, Samsulbahripun meninggal dunia. Namun, sebelum meninggal dia minta kepada orangtuanya agar nanti di kuburkan di Gunung Padang dekat kekasihnya Siti Nurbaya. Perminataan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia dikuburkan di Gunung Padang dekat dengan kuburan kekasihnya Siti Nurbaya. Dan di situlah kedua kekasih ini bertemu terakhir dan bersama untuk selama-lamanya.

BULAN JINGGA DALAM KEPALA

Sinopsis Novel Bulan Jingga dalam Kepala (Fadjroel Rachman)

mfadjroel rachman
Fri, 05 Oct 2007 06:26:35 -0700

Inilah Sinopsis Novel BULAN JINGGA DALAM KEPALA, Selamat Membaca dan
beri komentar. tx

Istana Merdeka diduduki seratusan ribu mahasiswa untuk menangkap
seorang diktator, Presiden Jenderal Suprawiro. Sang presiden tertembak
mati dan digantung terbalik seperti pemimpin fasis Italia, Benito
Mussolini. Puteri bungsu presiden, Bulan Pratiwi (5 tahun) tertembak
juga secara tidak sengaja oleh sang tokoh mahasiswa, Surianata, ketika
melindungi kekasihnya, Bunga Langit. Kematian Bulan Pratiwi inilah
pemicu "pertempuran dunia batin" Surianata hingga detik terakhirnya.
Fiksi sejarah politik Indonesia dan dunia kontemporer, melukiskan
hiruk-pikuk gerakan mahasiswa Indonesia di abad XX. Anak-anak muda
'idealis dan pemarah' dengan pergulatan batin sebagai manusia kongkret
ketika kekerasan silih berganti di tengah pertarungan kekuasaan dan
kebebasan. Berlatar istana hingga sel penuh kekerasan di Penjara Pulau
Nusakambangan, Penjara Sukamiskin, Penjara Militer Bakorstanasda,
Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), Kuil
Yasukuni Tokyo, horor Hiroshima, Kamp Konsentrasi Nazi Sachsenhausen
dan Holocaust Memorial Berlin.
Bulan Jingga dalam Kepala mengajak Anda bertamasya jiwa ke dunia
realis dan surealis tentang tragedi, kerapuhan hidup, serta
keserbamungkinan pilihan manusia.


Alunan kata-kata yang mengalir deras, menyentak, menggeliat, memukul
rasa. Fadjroel menantang kita untuk tenggelam dalam keindahan sureal
yang menyakitkan. Perjalanan bersama novel ini akan menjadi perjalanan
penuh makna. Fasten your seat belt and enjoy the ride!
Olga Lydia, foto model, aktris, dan presenter NewsdotCcom (Republik Mimpi)


Penuh liku, padat, penulis memberi ruang yang dahsyat di mana kita
bisa merasakan kekayaan batinnya yang bergejolak seolah tak pernah
berhenti berpikir. Novel menarik untuk yang ingin mengisi batin dan
kesadaran.
Happy Salma, aktris, presenter, penulis antologi cerpen Pulang,
pemeran utama drama Nyai Ontosoroh.


Novel yang melarikan akal dari kejaran dogma dan meloloskan hidup dari
kepungan ritus.
Rocky Gerung, esais, dosen filsafat UI

Ayat-Ayat Cinta

Sinopsis Novel Ayat-ayat Cinta + Download Novel


Ayat-ayat cinta adalah sebuah novel 411 halaman yang ditulis oleh seorang novelis muda Indonesia kelahiran 30 September 1976 yang bernama Habiburrahman El-Shirazy. Ia adalah seorang sarjana lulusan Mesir dan sekarang sudah kembali ke tanah air. Sepintas lalu, novel ini seperti novel-novel Islami kebanyakan yang mencoba menebarkan dakwah melalui sebuah karya seni, namun setelah ditelaah lebih lanjut ternyata novel ini merupakan gabungan dari novel Islami, budaya dan juga novel cinta yang banyak disukai anak muda.
Dengan kata lain, novel ini merupakan sarana yang tepat sebagai media penyaluran dakwah kepada siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam, khususnya buat para kawula muda yang kelak akan menjadi penerus bangsa.Novel ini bercerita tentang perjalanan cinta dua anak manusia yang berbeda latar belakang dan budaya; yang satu adalah mahasiswa Indonesia yang sedang studi Universitas Al-Azhar Mesir, dan yang satunya lagi adalah mahasiswi asal Jerman yang kebetulan juga sedang studi di Mesir. Kisah percintaan ini berawal ketika mereka secara tak sengaja bertemu dalam sebuah perdebatan sengit dalam sebuah metro (sejenis trem).
Mein Neim Ist Aisha
Pada waktu itu, si pemuda yang bernama lengkap Fahri bin Abdullah Shiddiq, sedang dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Cairo, untuk talaqqi (belajar secara face to face pada seorang syaikh) pada Syaikh Utsman Abdul Fattah, seorang Syaikh yang cukup tersohor di seantero Mesir. kepadanya Fahri belajar tentang qiraah Sab'ah (membaca Al-Qur'an dengan riwayat tujuh imam) dan ushul tafsir (ilmu tafsir paling pokok). Hal ini sudah biasa dilakukannya setiap dua kali seminggu, setiap hari Ahad/Minggu dan Rabu. Dia sama sekali tidak pernah melewatkannya walau suhu udara panas menyengat dan badai debu sekalipun. Karena baginya itu merupakan suatu kewajiban karena tidak semua orang bisa belajar pada Syaikh Utsman yang sangat selektif dalam memilih murid dan dia termasuk salah seorang yang beruntung.
Di dalam metro, Fahri tidak mendapatkan tempat untuk duduk, mau tidak mau dia harus berdiri sambil menunggu ada kursi yang kosong. Kemudian ia berkenalan dengan seorang pemuda mesir bernama Ashraf yang juga seorang Muslim. Merteka bewrcerita tentang banyak hal, termasuk tentang kebencian Ashraf kepada Amerika. Tak berapa lama kemudian, ada tiga orang bule yang berkewarganegaraan Amerika (dua perempuan dan satu laki-laki) naik ke dalam metro. Satu diantara dua perempuan itu adalah seorang nenek yang kelihatannya sudah sangat lelah. Biasanya orang Mesir akan memberikan tempat duduknya apabila ada wanita yang tidak mendapatkan tempat duduk, namun kali ini tidak. Mungkin karena kebencian mereka yang teramat sangat kepada Amerika. Sampai pada suatu saat, ketika si nenek hendak duduk menggelosor di lantai, ada seorang perempuan bercadar putih bersih yang sebelumnya dipersilahkan Fahri untuk duduk di bangku kosong yang sebenarnya bisa didudukinya, memberikan kursinya untuk nenek tersebut dan meminta maaf atas pwerlakuan orang-orang Mesir lainnya. Disinilah awal perdebatan itu terjadi.
Orang-orang Mesir yang kebetulan mengerti bahasa Inggris merasa tersinggung dengan ucapan si gadis bercadar. Mereka mengeluarkan berbagai umpatan dan makian kepada sang gadis, dan ia pun hanya bisa menangis. Kemudian Fahri berusaha untuk meredakn perdebatan itu dengan menyuruh mereka membaca shalawat Nabi karena biasannya dengan shalawat Nabi, orang Mesir akan luluh kemarahannya dan ternyata berhasil. Lalu ia mencoba menjelaskan pada mereka bahwa yang dilakukan perempuan bercadar itu benar, dan umpatan-umpatan itu tidak layak untuk dilontarkan. Namun apa yang terjadi, orang-orang Mesir itu kembali mrah dan meminta Fahri untuk tidak ikut campur dan jangan sok alim karena juz Amma saja belumtentu ia hafal. Kemudian emosi mereka mereda ketika Ashraf yang juga ikut memaki perempuan bercadar itu, mengatakan bahwa Fahri adalah mahasiswa Al-Azhar dan hafal Al-Qur'an dan juga murid dari Syaikh Utsman yang terkenal itu. Lantas orang-orang Mesir itu meminta maaf pada fahri. Fahri kemudian menjelaskan bahwasanya mereka tidak seharusnya bertindak seperti itu karena ajaran Baginda Nabi tidak seperti itu. Lalu ia pun menjelaskan bagaimana seharusnya bersikap kepada tamu apalagi orang asing sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.
Mereka pun mengucapkan terima kasih pada fahri karena sudah megingatkan mereka. Sementara itu, si bule perempuan muda, Alicia, sedang mendengarkan penjelasan tentang apa yang terjadi dari si perempuan bercadar dengan bahasa Inggris yang fasih.Kemudian Alicia berterima kasih dan menyerahkan kartu namanya pada Fahri. Tak berapa lama kemudian metro berhenti dan perempuan bercadar itupun bersiap untuk turun. Sebelum turun ia mengucapkan terima kasih pada Fahri karena sudah menolongnya tadi. Akhirnya mereka pun berkenalan. Dan ternyata si gadis itu bukanlah orang Mesir melainkan gadis asal Jerman yang sedang studi di Mesir. Ia bernama Aisha.
Maria, Gadis Koptik yang Aneh
Di Mesir, Fahri tinggal bersama dengan keempat orang temannya yang juga berasal dari Indonesia, yaitu Saiful, Rudi, Hamdi dan Misbah. Fahri sudah tujuh tahun hidup di Mesir. Mereka tinggal di sebuah apartemen sederhana yang mempunyai dua lantai, dimana lantai dasar menjadi tempat tinggal Fahri dan empat temannya, sedangkan yang lantai atas ditempati oleh sebuah keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi tetangga mereka. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed, dan dua orang anak mereka - Maria dan Yousef. Walau keyakinan dan aqidah mereka berbeda, namun antara keluarga Fahri (Fahri dkk) dan keluarga Boutros terjalin hubungan yang sangat baik. Di Mesir, bukanlah suatu keanehan apabila keluarga Kristen koptik dan keluarga Muslim dapat hidup berdampingan dengan damai dalam masyarakat. Keluarga ini sangat akrab dengan Fahri terutama Maria. Maria adalah seorang gadis Mesir yang manis dan baik budi pekertinya. Kendati demikian, Fahri menyebutnya sebagai gadis koptik yang aneh, karena walaupun Maria itu seorang non-muslim ia mampu menghafal dua surah yang ada dalam Al-Quran dengan baik yang belum tentu seorang Muslim mampu melakukannya. Ia hafal surat Al-Maidah dan surah Maryam. Fahri juga baru mengetahuinya ketika mereka secara tak sengaja bertemu di metro. Seluruh anggota keluarga Boutros sangat baik kepada Fahri dkk. Bahkan ketika Fahri jatuh sakit pun keluarga ini jugalah yang membantu membawa ke rumah sakit dan merawatnya selain keempat orang teman Fahri. Apalagi Maria, dia sangat memperhatikan kesehatan Fahri.
Keluarga ini juga tidak segan-segan mengajak Fahri dkk untuk makan di restoran berbintang di tepi sungai Nil,kebanggaan kota Mesir, sebagai balasan atas kado yang mereka berikan. Pada waktu itu Madame Nahed berulang-tahun dan malam sebelumnya Fahri dkk memberikan kado untuknya hanya karena ingin menyenangkan hati beliau karena bagi Fahri menyenangkan hati orang lain adalah wajib hukumnya. Setelah makan malam, tuan dan nyonya Boutros ingin berdansa sejenak. Madame Nahed meminta Fahri untuk mengajak Maria berdansa karena Maria tidak pernah mau di ajak berdansa. Setelah tuan dan nyonya Boutros melangkah ke lantai dansa dan terhanyut dengan alunan musik yang syahdu, Maria pun memberanikan diri mengajak Fahri untuk berdansa, namun Fahri menolaknya dengan alasan Maria bukan mahramnya kemudian menjelaskannya dengan lebih detail. Begitulah Fahri, ia selalu berusaha untuk menjunjung tinggi ajaran agama yang dianutnya dan selalu menerapkannya dalm kehidupan sehari-hari.
Si Muka Dingin Bahadur dan Noura yang Malang
Selain bertetangga dengan keluarga Boutros, Fahri juga mempunyai tetangga lain berkulit hitam yang perangainya berbanding 180 derajat dengan keluarga Boutros. Kepala keluarga ini bernama Bahadur yang terkenal dengan julukan si Muka Dingin karena ia selalu berperangai kasar kepada siapa saja bahkan dengan istrinya madame Syaima dan putri bungsunya Noura. Bahadur dan istrinya mempunyai tiga orang putri, Mona, Suzanna, dan Noura. Mona dan Suzanna berkulit hitam namun tidak halnya dengan Noura, dia berkulit putih dan berambut pirang. Hali inilah ang membuat Noura dimusuhi keluarganya yang pada akhirnya membuat dirinya tercebur kedalam penderitaan yang amat sangat. Bahadur mempunyai watak yang keras dan bicaranya sangat kasar, Nouralah yang selalu menjadi sasaran kemarahannya. Dan kedua orang saudaranya yang juga tidak menyukai Noura mengambil kesempatan ini untuk ikut-ikutan memaki dirinya. Sampai tibalah pada suatu malam yang tragis dimana Bahadur menyeret Noura ke jalanan dan punggungnya penuh dengan luka cambukan.
Hal ini sudah sering terjadi, namun malam itu yang terparah. Tak ada satu orang pun yang berani menolong. Selain hari sudah larut, Bahadur juga dikenal amat kejam. Akhirnya, karena sudah tak tahan lagi melihat penderitaan Noura, Fahri pun meminta bantuan Maria melaui sms untuk menolong Noura. Awalnya Maria menolak karena tidak mau keluarganya terlibat dengan keluarga Bahadur. Namun setelah Fahri memohon agar Maria mau menolongnya demi kecintaan Maria terhadap Al-Masih, Maria akhirnya luluh juga. Jadilah malam itu Noura menginap di rumah keluarga Boutros. Malam ini jualah yang akhirnya menghantarkan Fahri ke dalam penderitaan yang amat sangat dan juga membuatnya hampir kehilangan kesempatan untuk hidup di dunia fana ini.

Senin, 09 Februari 2009

Membuat Blog di WordPress ComOleh fatihsyuhud.com

“Ok, ok saya buatin.” Begitu jawaban saya pada beberapa email yang meminta saya untuk memberi tutorial step by step cara membuat blog gratis di wordpress.com. Awalnya saya agak ogah-ogahan karena saya pikir sangat mudah. Tapi karena banyaknya permintaan dari kalangan yang mungkin betul-betul baru di dunia internet, maka tutorial ini saya dedikasikan khusus buat mereka– para calon blogger potensial. Semoga kehadiran mereka semakin menambah semarak dunia blogosphere Indonesia. Tutorial di bawah ini merupakan serial panduan membuat blog di wordpress.com bagi yang pemula (sekali). Insyaallah akan diteruskan pada tulisan-tulisan selanjutnya. Untuk seri tutorial blogger.com/blogspot, silahkan mulai dari sini.

1. Buka www.wordpress.com
2. Klik Sign Up
3. Isi form
a. Username: -> isi nama blog sesuai dengan keinginan (paling sedikit empat huruf/angka)
b. Password: Isi password/kata sandi (sedikitnya enam huruf/angka)
c. Confirm: Ulangi password yang sama dengan di atas.
d. Email Address: Isi email Anda (apabila belum punya email, buat dulu di gmail.com atau yahoomail.com)
e. Legal flotsam: beri tanda tik di kotak yang tersedia sebagai tanda “setuju” dengan perjanjian.
f. Beri tanda tik pada menu “Gimme a blog” (biasanya sudah otomatis ada tanda tik di sini).
g. Klik “Next”
h. Blog Title -> Isi judul yang sesuai.
i. Language -> Pilih Bahasa Indonesia.
j. Privacy -> Kasih tanda tik (biasanya sudah ada otomatis).

4. Klik Sign Up. Buka Email dari wordpress.com dan klik link di email tsb untuk verifikasi.
5. Akan muncul pesan sebagai berikut:

Your account is now active!
You are now logged in as (username Anda).
An email with your username, password, Akismet API key and important links has been sent to your email address.
Write a post, change your template or visit the homepage.

5. Itu berarti Anda sudah berhasil membuat blog. Silahkan login ke blog Anda. Berikut alamat penting untuk Anda:
a. Untuk login, buka: http://namabloganda.wordpress.com/login.php
b. Isi username (=nama blog) dan password.
c. Klik “Write” atau “Tulis” untuk mulai membuat posting.
d. Klik “Publish” atau “Tampilkan”

6. Selesai (kalau mau udahan, jangan lupa klik “Log Out”).

Catatan:

  • Di wordpress.com, satu account hanya untuk satu blog. Ini berbeda dengan blogger.com/blogspot di mana satu account bisa untuk membuat beberapa blog.
  • Kelebihan wordpress.com dibanding blogger.com adalah (1) comment friendly: pengunjung mudah berkomentar karena kotak komentar langsung terbuka di bawah posting. Bagi Anda yang suka dikomentarin, wordpress cocok untuk Anda; (2) Posting terbaru akan muncul beberapa saat di Dashboard (Menu Utama) seluruh pemakai wordpress.com, apabila posting Anda cukup menarik Anda juga berkesempatan masuk BOTD (best of the day) yakni 10 posting terbaik hari itu dan akan muncul selama sehari di Menu Utama (Dashboard) seluruh pemakai wordpress.com. Untuk BOTD ini diklasifikasi berdasar bahasa. Pastikan Anda memilih Bahasa Indonesia pada saat mendaftar (lihat poin 3.i.)
  • Kekurangan wordpress.com dibanding blogger.com/blogspot adalah javascript tidak berfungsi (disabled) artinya Anda tidak bisa memasang iklan apapun–AdSense, Adbrite, dll–di wordpress.com. Tidak masalah buat blogger yang memang betul-betul ingin ngeblog saja, tanpa ada niat untuk iseng-iseng pasang iklan. Bagi yang ingin pasang iklan, dapat juga di blog gratis yang pakai software wordpress juga seperti blogsome.com atau blogs.ie. Sayangnya, kedua penyedia blog gratis ini masih memakai software wordpress lama (tak ada fasilitas widget, dan lain-lain).

Selamat ngeblog di wordpress.com

Senin, 02 Februari 2009

Anak Perawan di Sarang Penyamun

Seorang saudagar kaya bernama Haji Sahak akan pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam ke Palembang itu, Haji Sahak membawa berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Istri dan anak perawannya juga ikut pergi bersamanya pergi ke Palembang.

Di tengah-tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolah perampok yang di pimpin Medasing. Perampok ini sangat kejam. Haji Sahak, istrinya yang bernama Nyai Hajjah Andun, serta rombongan penyerta Haji Sahak lainnya dibunuh oleh perampok itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka bunuh. Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing itu.

Suatu hari Samad, anak buah Medasing yang tugasnya sebagai pengintai datang ke sarang penyamun. Maksud kedatanganya adalah untuk meminta bagian dari hasil perampokan Medasing. Namun selama Samad berada di sarang penyamun itu, ia langsung jatuh hati pada Sayu yang memang sangat cantik. Secara diam-diam dia berniat membawa Sayu lari dari Sarang penyamun itu. Dan niatnya dibisikan kepada Sayu secara diam-diam. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya.

Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang mereka sepakati untuk lari tersebut, Sayu dengan tegas menolak ajakan Samad. Dia walaupun dengan berat hati untuk sementara akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.

Setelah berhasil dan sukses merampok keluarga saudagar Haji Sahak, rupanya dalam perampokan-perampokan Medasing dan kawan selanjutnya sering mengalami kegagalan. Kegagalan perapokan yang mereka lakukan sebenarnya disebabkan karena encana mereka selalu dibocorkan oleh Samad. Samad selalu membocorkan rencana Medasing kepada Saudagar dan pedagang kaya yang akan mereka rampok. Itu sebabnya, setiap kali mereka menyerang para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti mendapat perlawanan yang luar biasa. Para saudagar dan pedagang sudah menunggu Medasing dan kawan-kawannya. Akibatnya anak buah Medasing banyak yang meninggal ataupun terluka parah. Lama-kelamaan anak buah Medasing hanya tersisa seorang saja, yaitu Sanip. Betapa hancur hati Medasing menerima kenyataan pahit ini. Malah hatinya semakin pilu, ketika dalam perampokan yang terakhir kali, Sanip orang yang paling dia sayangi itu meninggal. Medasing sendiri terluka parah. Namun bisa menyelamatkan diri.

Setelah Sanip meninggal dunia, di sarang penyamun itu tinggal Sayu dan Medasing saja. Sewaktu Medasing terlupa parah, Sayu bingung sekali. Persediaan mereka makin menipis. Dengan penuh rasa kekhawatiran dan rasa takut, Sayu mendekati Medasing. Dia tidak sampai hati melihatnya dalam keadaan parah. Hati nuraninya tergerak ingin mencoba merawat luka-luka yang diderita oleh Medasing.

Awalnya Sayu sangat takut dengan Medasing. Antara perasaan ingin menolong dengan perasaan takut pada Medasing berkcamuk dalam hati dan pikiran Sayu. Dia sangat takut pada Medasing, sebab bagaimanapun Medasing adalah seorang pemimpin perampok yang kejam. Medasing sudah beberapa kali membunuh, termasuk mambunuh kedua Orangtuanya. Seluruh anak buah Medasing yang jumlahnya puluhan itu tak seorangpun berani melawannya.

Akan tetapi perasaan takut dan benci itu, akhirnya kalah juga oleh perasaannya yang ingin menolong. Dia memberanikan diri mendekati Medasing. Dengan takut-takut dan gemetaran dia mengobati Medasing. Mula-mula mereka berdua tidak banyak biacara. Sayu sendiri tidak berani berbicara sebab dia takut pada Medasing. Sedangkan Medasing sendiri memang mempunyai karakter yang pendiam. Selama ini Medasing memang terkenal tidak suka bicara. Dia hanya bicara pada hal-hal yang penting saja. Namun lama kelamaan antara Sayu dan Medasing ini menjadi akrab. Medasing suka membicarakan pengalaman hidupnya. Dari cerita Medasing tentang bagaimana ia sebelum menjadi seorang penyamun yang sangat ditakuti sekarang ini, Medasing bukanlah keturunan seorang penyamun. Medasing keturunan orang baik-baik.

Dulu Medasing anak seorang saudagar kaya. Ayah Medasing yang kaya itu dirampok secara oleh segerombolan penjahat. Kedua orang tuanya dibantai dan dibunuh oleh gerombolan penjahat itu. Dia sendiri, karena masih kecil sekali, tidak dibunuh oleh gerombolan tersebut. Medasing lalu dibawa ke sarang gerombolan. Karena pimpinan penyamun itu tidak punya anak, Medasing begitu disayanginya. Dia lalu diangkat oleh kepala penyamun itu sebagai anaknya. Setelah ayah angkatnya meninggal dunia, pucuk pimpinan gerombolan penyamun langsung dipegang Medasing.

Jadi gerombolan perampok yang dia pimpin sekarang ini adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya. Medasing sendiri tak pernah bercita-cita ingin menjadi penyamun, apalagi menjadi pimpinan perampok.

Karena sejak kecil hidupnya di dalam lingkungan perampok terus, sehingga Medasing tidak tahu pekerjaan lain selain merampok. Hati Sayu menjadi luluh juga mendengar penuturan Medasing tentang sejarah hidupnya. Rasa benci dan dendam pada Medasing lama kelamaan menjadi luntur. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang yang tulus, Sayu merawatnya sampai sembuh.

Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mencoba mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya. Karena menyadari akan kenyataan itu Medasing akhirnya setuju dengan ajakan Sayu. Dan mereka keluar dari hutan menuju kota Pagar Alam.

Sampai di kota Pagar Alam, keduanya langsung menuju ke rumah Sayu. Tapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut, sebab rumah itu sekarang bukan milik mereka lagi, tapi sudah menjadi milik orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu, ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampung. Mendengar itu, kedua orang ini langsung pergi menuju ke tempat Nyai Haji Andun.

Ternyata Nyai Haji Andun tidak meninggal sewaktu diserang Medasing dan kawan perampoknya. Dia hanya terluka parah dan berhasil sembuh kembali. Sekarang dia tinggal sendirian di ujung kampong dengan keadaan sakit keras. Dia sering mengigau anaknya yang dibawa perampok. Nah, disaat ibunya sedang kritis, Medasing dan Sayu muncul dihadapannya. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan anak perawan yang sangat dirindukannya itu. Dan rupanya itulah pertemuan terakhir mereka.

Menyaksikan kenyataan itu hati Sayu hancur, Medasing sendiri juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dia selama ini. Dia begitu menyesal. Dia sangat malu dan berdosa pada Sayu dan keluarganya. Sehingga waktu itu, karena segala macam yang berkecamuk, medasing memutuskan hendak meninggalkan Sayu.

Sejak itu Medasing berubah total hidupnya. Dia menjadi seorang hartawann yang sangat penyayang pada siapa saja. Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat ke tanah suci. Kembalinya dari tanah suci, ramai orang-orang kampong menyambut kedatangannya.

Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenag masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih kenal dengan Samad sebab Samad adalah anak buahnya sendiri yang selalau ia beri tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang lewat sebelum dirampok. Haji karim yang tidak lain adalah Medasing itu, mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya yang tidak lain adalah Sayu. Namun paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim dan Sayu istrinya. Dia pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarganya hidup tenteram dan damai di kampung.

Karya Sutan Takdir Alisyahbana

Laskar Pelangi

Cerita terjadi di Desa Gantung, Kabupaten Gantung, Belitong Timur. Dimulai ketika sekolah Muhammadiyah terancam akan dibubarkan oleh Depdikbud Sumsel jikalau tidak mencapai siswa baru sejumlah 10 anak. Ketika itu baru 9 anak yang menghadiri upacara pembukaan, akan tetapi tepat ketika Pak Harfan, sang kepala sekolah, hendak berpidato menutup sekolah, Harun dan ibunya datang untuk mendaftarkan diri di sekolah kecil itu.

Mulai dari sanalah dimulai cerita mereka. Mulai dari penempatan tempat duduk, pertemuan mereka dengan Pak Harfan, perkenalan mereka yang luar biasa di mana A Kiong yang malah cengar-cengir ketika ditanyakan namanya oleh guru mereka, Bu Mus. Kejadian bodoh yang dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua kelas yang diprotes keras oleh Kucai, kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar, pengalaman cinta pertama Ikal, sampai pertaruhan nyawa Lintang yang mengayuh sepeda 80 km pulang pergi dari rumahnya ke sekolah!

Mereka, Laskar Pelangi - nama yang diberikan Bu Muslimah akan kesenangan mereka terhadap pelangi - pun sempat mengharumkan nama sekolah dengan berbagai cara. Misalnya pembalasan dendam Mahar yang selalu dipojokkan kawan-kawannya karena kesenangannya pada okultisme yang membuahkan kemenangan manis pada karnaval 17 Agustus, dan kejeniusan luar biasa Lintang yang menantang dan mengalahkan Drs. Zulfikar, guru sekolah kaya PN yang berijazah dan terkenal, dan memenangkan lomba cerdas cermat. Laskar Pelangi mengarungi hari-hari menyenangkan, tertawa dan menangis bersama. Kisah sepuluh kawanan ini berakhir dengan kematian ayah Lintang yang memaksa Einstein cilik itu putus sekolah dengan sangat mengharukan, dan dilanjutkan dengan kejadian 12 tahun kemudian di mana Ikal yang berjuang di luar pulau Belitong kembali ke kampungnya. Kisah indah ini diringkas dengan kocak dan mengharukan oleh Andrea Hirata, kita bahkan bisa merasakan semangat masa kecil anggota sepuluh Laskar Pelangi ini!

Rabu, 28 Januari 2009

CIntaku Teraniayah

Untuk melupakan masa lalu, Tesa pergi ke Australia. Ketika dia kehabisan biaya kuliah, temannya, Pika, menawarkan pekerjaan sebagai perawat. Pasha adalah mahasiswa kedokteran yang menjadi buta karena kecelakaan lalu lintas. Sebagai perawatnya, Tesa diharuskan mengganti nama jadi Selina agar Pasha tidak tahu identitasnya. Setelah beberapa kali dioperasi, penglihatan Pasha berangsur pulih dan Tesa pun diberhentikan. Kegiatan tambahannnya di luar kuliah kini cuma memberi les bahasa Indonesia. Dia ingin melupakan segala-galanya termasuk Pasha. Namun tak dinyana, pada suatu hari kelabu, mereka berdua justru kesamprok! Pasha tentu saja tidak mengenalinya, tapi perasaan Tesa kacau balau. Terlebih ketika Pasha setelah tahu dirinya orang setanah air-bertanya, kenalkah dia dengan Selina?! Oh, kau tidak lupa! pekiknya dalam hati. Dia ingin mengangguk seribu kali, namun hati nuraninya melarangnya. Dia masih ingat Shakira dan Gofar, dia tak ingin menimpakan musibah yang sama pada Pika, tunangan Pasha. Dengan lesu, dia menggeleng dan berucap pelan, "Tidak, aku tak kenal Selina..." Hatinya berdarah melihat keputusasaan di wajah tampan itu. Oh, Pasha, bila kau tahu!

Jihad Terlarang

Royan menyimpan dendam pada Tuhan dan tentara, yang merenggut nyawa bapaknya pada Peristiwa Tanjung Priok. Tahun 1988 ia bergabung dengan pergerakan Islam bawah-tanah, yang ingin menggulingkan rezim yang dianggap thagut alias setan. Muslim yang tidak mengikrarkan keimanannya dituding kafir. Pergerakannya dicap sebagai Organisasi Terlarang oleh rezim, sehingga ia harus bergerilya dari kota ke kota, berkelit dari intaian intelijen.

Di tengah perjuangan antara hidup dan mati, Royan justru menyaksikan kezaliman di tubuh pergerakan. Ia mulai menentang para pemimpinnya yang memanfaatkan agama untuk kepentingan sendiri. Abu Qital dan Abu Shoffan, atasannya, mencoba menghentikannya dengan fitnah, teror, dan penculikan. Peristiwa-peristiwa itu membuatnya berpikir ulang tentang Kebenaran, yang selama ini ia yakini menyertai pergerakannya.

Berikut beberapa testimoni tentang novel beliau :

Novel ini menarik karena dua alasan. Pertama, alur ceritanya diangkat dari pengalaman aktual dalam sebuah dunia yang penuh misteri, ganas dan eksklusif dengan mengatasnamakan Tuhan—sebuah perbuatan yang berlawanan dengan seluruh ruh Alqur’an tentang cara damai dan beradab dalam mencapai sebuah tujuan. Kedua, menempuh jalan kekerasan dalam pengalaman politik Indonesia ujung-ujungnya hanya satu: malapetaka.
Reddy adalah seorang bintara langsung tertarik tujuh turunan saat mengetahuinya. Ia pun bertekad untuk menakhlukkan hati sang hawa tersebut. Caranya? Apalagi kalau bukan menggelar Persami sebagai media pendekatan yang diadakan selama dua hari satu malam.

Sayangnya target kali ini tidak mudah. Si Dian Sastro super-duper dingin. Ketus, semua jurus Reddy mentah. Mulai dari Serat Jiwa Brahma Kumbara, jurus Dewa Mabuk Fong Sayuk, jurus kedipan mata Piere Roland di sinetron gerhana, Ajian Waringin Sungsang dari perguruan Gunung Saba, sampai dia yang rela nyungsang sana nyungsang sini.

Ia pun kehabisan waktu untuk mendekatinya, lantaran Persami akan selesai. Tiba-tiba ia ingat bahwa Rohis juga mengadakan acara Isra Miraj dan lokasinya bersebelahan dengan Pramuka. Ia berfikir bagaimana kalau Persami ini diperpanjang dengan memperingati Isra Miraj? Tak disangka alasan itu dapat diterima oleh forum Pramuka. Ia pun segera menjalin kerjasama dengan Rohis walaupun hubungan antara Rohis dan Pramuka saat ini tidak begitu baik.

Semua ini dilakukan hanya untuk mendekati Widi. Acara diselenggarakan pada malam hari. Namun masalah baru terjadi. Pembicara dalam acara tersebut yang tidak lain adalah bapak Adon (teman reddy) tidak kunjung hadir, para undangan dari kampung tersebut sudah menunggu mulainya acara. Reddy spontan kebingungan. Akhirnya ia nekat untuk memulainya. Keringat dingin memenuhi dahinya. Mulutnya bagai terkunci mati. Ia hendak menyebut satu ayat, tetapi yang melintasnya dalam ingatannya adalah mars pramuka. Jelas ia seperti itu, karena sholatnya pun jarang-jarang. Kembali ia mencoba untuk membuka acara. Akhirnya Pak Lurah dengan sukarela memberikan ulasan singkat dan melengkapi apa yang disampailkan Reddy. Di sisi lain ternyata bapak Adon mengalami kecelakaan dan dirawat di rumah sakit. Beliaupun memerlukan bantuan donor darah O. Saat Reddy mengetahuinya, ia pun mengabarkan berita itu kepada para undangan. Akhirnya banyak orang yang membantu.

Lagi-lagi ia tidak mendapat kesempatan untuk mendekati Widi. Ia pun diejek Riki atas kegagalannya dalam mendekati Widi. Ini diperparah dengan terancamnya gelar sang penakhluk kelas wahid yang disandangnya.

Reddy pun panas saat mengetahui Dhimas (anak SMK Pembangunan) mendekati Widi. Ia bertambah marah saat temannya dipukuli oleh anak SMK Pembangunan. Ia segera membuat perhitungan dengan mereka. Saat ia melihat Dhimas berjalan bersama Widi, Reddy segera mendekati dan memukulnya. Namun saat itu tidak terjadi perkelahian besar karena ditengahi oleh Widi. Masalah kembali timbul saat Riki diteror oleh Dhimas. Lebih parahnya lagi saat Riki disandera oleh Dhimas dan kawan-kawannya.

Ditempat lain Reddy ikut dalam qiyamul lail di Masjid Agung. Walau mulanya ia sempat menolak ajakan Rohis untuk datang karena ia telah diminta kakaknya untuk mengantarkan seseorang, tetapi tidak disangka orang yang diantarnya itu adalah pembicara dalam acara qiyamul lail di Masjid Agung. Malam itu Reddy tenggelam dalam alunan tilawah rekan-rekan Rohis. Benarkah itu saat yang tepat untuk berubah?

Di tempat lain, Roni (kakak Reddy) ditipu oleh Dhino (kakak Riki) dan ia disandera untuk menggantikan Riki. Reddy segera diberitahu mengenaik keadaan kakaknya dan ia pun segera datang. Saat mengetahui bahwa kakanya telah disandera ia pun segera menyelamatkannya. Perkelahian tidak terhindarkan. Reddy mengalami tusukan. Bersamaan dengan itu Widi sedang lari pagi dan begitu terkejut saat Reddy ditusuk oleh Dhimas. Widi pun menangis. Orang-orang rohis datang tepat waktu dan menolong Reddy.

Ternyata ini semua adalah ulah Dino (kakak Riki) dan ia juga menyukai Widi. Ia memperalat Dhimas untuk mendekati Widi, agar terjadi perselisihan antara Dhimas dan Reddy. Ia berfikir bersaing dengan Dhimas lebih simpel daripada bersaing dengan Reddy. Pertimbangan matematisnya mengatakan kalau Widi jatuh ke tangan Reddy , maka ia akan sulit untuk merebutnya. Tapi apabila jatuh ke tangan Dhimas, ia lebih punya nyali untuk bersaing.

Polisi segera mengejar Dhimas dan kawan-kawan. Sedangkan Reddy berbaring di rumah sakit. Widi tidak henti-hentinya menangis. Saat di rumah sakit Reddy berfikir banyak tentang Islam. Kini ia telah sadar banyak hal yang telah ia abaikan. Hari itu Reddy dan Widi banyak bercerita. Widi pun menyadari bahwa sang penakhluk itu telah benar-benar jatuh cinta kepadanya dan bahwa ia benar-benar ditakhlukkannya.

Judul : Lovi’n My Heart

Penulis : Sakti Wibowo

Penerbit : Zikrul Hakim, Jakarta

Cetakan : I, Februari 2005

Tebal : 176 halaman

Syahadat Cinta

Melanjutkan novel Syahadat Cinta pada trilogi Makrifat Cinta karya Taufiqurrahman al-Azizy, Iqbal pun pergi meninggalkan pesantren Tegal Jadin. Namun ia bingung harus pergi kemana. Tidak mungkin apabila ia harus kembali ke Jakarta. Dan kemudian dengan berkata Basmalah, ia pun melangkah pergi menjadi seorang musafir…

Ia pun segera naik bis jurusan Solo-Purwokerto. Namun, ia tetap tidak tahu kemana tujuannya itu. Di dalam bis, ia melihat seorang perempuan berjilbab. Dan seorang pemuda pun duduk di sebelahnya. Tak lama kemudian pemuda dan perempuan itu mulai berkenalan. Iqbal mendengarkan pembicaraan mereka karena memang jaraknya sangat dekat. Dan tanpa disangka-sangka, mereka kian dekat, bahkan sang perempuan pun menyandarkan kepalanya kepada sang pemuda itu, padahal perempuan itu berjilbab. Mereka pun saling berpegangan dan semakin bermesraan. Wah-wah udah mulai nggak bener nih…

Iqbal pun teringat pada sebuah ayat AlQuran yang berbunyi:

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga). QS. An-Nur:26.

Ia pun teringat akan Aisyah. Ia teringat akan tudingan para sahabatnya bahwa ia telah berkhalawat dengan Aisyah, tudingan yang menjadi bagian hujjah yang mengadilinya sehingga dirinya harus meninggalkan Tegal Jadin. Seandainya mereka ada disini, ingin sekali Iqbal mengatakan kepada mereka semua: inilah sejati-jatinya khalwat itu. Inilah khalwat itu. Ialah dua insan laki-laki dan perempuan yang berasik-masyuk seperti kedua orang ini. Inilah makna “berdua-duaan yang diharamkan” itu. Iqbal pun menangis.

Iqbal pun berkenalan dengan seorang pemuda yang bernama Anton. Mereka akhirnya berdiskusi tentang Islam. Ternyata agama Anton adalah Agama Cinta. Wah macem-macem ajah nih.. namun di akhir diskusi, Iqbal merasa menang.

Dan tiba-tiba bis pun mogok, mereka semua turun. Iqbal hanya diam saja. Sudah satu jam ia sholat dan berdoa kepada Allah. Ia kembali teringat akan kesalahan besar di masa lalunya. Anton pun menegurnya dan ia pun kagum terhadap Iqbal.

Mereka pun menunggu bis lagi. Iqbal pun melihat segerombolan orang yang sedang menyanyikan lagu-lagu religi. Namun mereka minum-minuman keras. Saat bis datang Iqbal memutuskan untuk tetap disini dan berkenalan dengan gerombolan itu.

Setelah berkenalan, firman meminta uang kepada Iqbal untuk membeli minuman. Parno (sahabat firman) melarangnya. Akhirnya Iqbal akan memberi uang jika digunakan untuk hal yang bermanfaat. Iqbal pun menawarkan ingin membelikan mereka dua buah gitar agar nantinya bisa digunakan untuk ngamen. Ia pun mengeluarkan uang lima ratus ribu dan memberikannya kepada mereka. Terbelalaklah mereka sebab mereka tidak membayangkan Iqbal akan mengeluarkan uang sebanyak itu. Kemudian iqbal pun merasa bahwa mereka mulai ada rasa segan terhadapnya. Iqal pun di ajak istirahat ke rumah Firman.

Ternyata firman merupakan orang yang berkecukupan. Ia berubah menjadi “liar” setelah adiknya diperkosa dan dibunuh. Sejak saat itulah rumah itu penuh kemaksiatan. Ayah dan ibu Firman pun melihat Iqbal sedang sholat Subuh. Mereka sangat senang melihat baru kali ini ada sahabat Firman yang paling aneh, yang mendirikan sholat di rumah mereka. Mereka pun menganggap Iqbal adalah mukjizat dari Allah untuk merubah kehidupan di rumah mereka. Mereka pun meminta Iqbal untuk tinggal di rumah mereka. Iqbal menyetujuinya.

Selama Iqbal tinggal disana, Iqbal memutuskan untuk mengahafal Alquran. Iqbal memutuskan harus mengahafal tujuh ayat perhari sehingga dalam tiga tahun ia dapat menghafal Alquran.

Suatu hari ia berseteru dengan Firman, tentu saja mengenai Islam. Dan Iqbal pun merasa perkataan Firman ada benarnya. Gawatnya, Iqbal pun mulai ragu akan Islam, dan mulai meninggalkan kewajibannya sebagai muslim. Ia pun bingung dan selalu menangis. Suatu sore dan hujan terus mengguyur, ia pun pergi dan berlari untuk mencari gereja. Ia pun masuk dan mengadu sebagaimana seorang kristen melakukan pengakuan.

Kemudian seorang pendeta bertanya padanya, “ada apa anakku?”.

Iqbal pun meminta maaf karena telah mengunjungi Rumah Tuhan yang bukan Tuhannya. Iapun mengatakan bahwa dirinya seorang muslim. Iqbal mengaku tidak sanggup menemukan Tuhannya. Iqbal pun menceritakan masalahnya. Sang pendeta pun mencoba membantu mencari Tuhan yang Iqbal cari.

Kemudian yang tak disangka-sangka, sang pendeta mulai menasihati Iqbal. Sang pendeta mengatakan bahwa Iqbal telah putus asa. Dan putus asa adalah jalan yang terkutuk. Sang pendeta pun mencoba untuk meyakinkan Iqbal terhadap Allah, Tuhannya. Ia pun menyuruh Iqbal untuk meminta ampunan kepada Allah. Iqbal pun menangis. Iqbal tidak menyangka bahwa ada seorang pendeta yang sedemikian bijak bestari, luas wawasannya, dan melintas-batas keyakinannya. Ia pun kembali pulang dengan penuh semangat.

Esoknya, Indri (kekasih Firman) datang ke rumah Firman. Iqbal yang menemuinya (Orang tua firman tidak mau menemuinya). Iqbal pun menasihati Indri agar kembali kepada Allah. Dan secara tidak langsung menasihati Indri agar Indri menjaga kesuciannya. Indri pun menangis dan pergi dengan berlari. Wah, Iqbal pun merasa bersalah tentang apa yang dikatakannya kepada Indri. Namun ia tetap yakin bahwa yang dilakukannya demi kebaikan Indri.

Beberapa hari kemudian, indri datang kembali dengan wajah cerah. Iqbal berharap indri tidak terluka akan perkataannya sebelumnya. Indri pun mengajak Iqbal untuk mencari Firman yang memang sudah beberapa hari tidak pulang sejak berseteru dengan Iqbal. Setelah mencari dimana-mana, Iqbal merasa capek dan minta istirahat. Saat mereka istirahat, indri merayunya. Saat itu pun Iqbal memutuskan untuk pulang.

Sahabat-sahabat Firman pun datang menemui Iqbal, mereka ternyata menemukan Firman. Mereka menemukan Firman sedang rebahan di tempat imam mushala. Firman pun digelandang seperti orang gila. Mereka pun menanyakan apa yang terjadi sebenarnya pada firman l. Iqbal pun mengambil kesimpulan dan mengatakan bahwa firman sedang mendekati Allah. Nah, inilah saatnya Iqbal mencoba mengingatkan mereka tentang Allah. Dan ternyata mereka berniat kembali ke jalan Allah dan meninggalkan kemaksiatan. Subhanaalah.

Dan masalah pun kembali muncul. Ternyata Okta dan Indri bertengkar memperebutkan Iqbal. Iqbal pun takut godaan setan berupa syahwatnya dan berdoa kepada Allah agar lebih baik mengambil kedua matanya itu.

Suatu kejadian buruk pun terjadi. Saat iqbal berada di kamar Firman, Indri pun datang dan masuk ke kamarnya. Indri pun merayunya dan mencoba memeluknya. Iqbal menolaknya. Saat itulah Firman datang dan melihat mereka berdekatan seperti itu. Firman marah dan menyuruh Iqbal pergi dari rumahnya. Firman pun menantang Iqbal di Alun-alun. Firman pun pergi.

Saat itulah Iqbal mulai mengemasi barang-barangnya. Orang tua firman bingung apa yang sedang terjadi. Iqbal pun segera mendatangi alun-alun. Ternyata disana ada Firman dan sahabat-sahabatnya. Firman pun berkelahi dengan Iqbal di hujannya malam. Dan saat Iqbal terjatuh, Firman menyiramkan semangkuk sambal kemata Iqbal . Tinjuan bertubi-tubi pun menyebabkan Iqbal tidak sadarkan diri.

Akhirnya Iqbal pun tersadar, namun Astagfirullah al’adzim, matanya tidak bisa dibuka. Kemudian sahabat-sahabatnya pun datang. Sahabatnya kini tahu masalah yang terjadi. mereka pun membenci Firman atas kelakuannya, namun Iqbal meminta agar mereka tidak membenci Firman.

Suatu hari, Parno pun memberi tahu bahwa yang terjadi pada firman. Firman menyesali semua kesalahan di liang kubur dan mencoba bunuh diri. Iqbal pun segera kabur dari rumah sakit dituntun oleh Parno. Di kuburan banyak orang berkumpul termasuk para wartawan. Iqbal pun mencoba agar kembali kepada Allah dan masih ada waktu untuk bertobat. Setelah sekian lama berdialog akhirnya firman pun sadar dan sejurus kemudian terdengar gemuruh takbir.

Akhirnya kedua mata Iqbal sembuh. Ia pun membaca judul sebuah koran tentangnya: IQBAL MAULANA TELAH SEMBUH KEDUA MATANYA. Iqbal pun mulai membimbing sahabat-sahabatnya. Bahkan Iqbal membentuk sebuah kelompok bersama pengamen lainnya yang bernama Ashabul Kahfi. Berita akan dirinya pun tersiar di berbagai koran. Antara lain judul nya yakni MUSAFIR CINTA – SEBUAH PERJALANAN HATI SEORANG IQBAL MAULANA. Ia pun selalu diwawancarai wartawan.

Ia pun kini telah hapal Alquran. Ia pun memutuskan untuk kembali ke pesantren seperti janjinya kepada kyai sepuh untuk mempersunting seorang atau tiga gadis yakni Zaenab, Pricillia, atau Khaura.

Ia pun diantar keluarga Firman dan para sahabatnya. Ia pun naik bersama keluarga Firman, sedangkan sahabatnya naik sebuah minibus yang bertuliskan ROMBONGAN ASHABUL KAHFI. Iqbal pun merasa sangat senang sekali dan grogi bahwa setelah tiga tahun ini ia akan bertemu kekasihnya. Selamat tinggal Banjarnegara. Selamat tinggal Kenangan. Semoga Allah SWT menjadikan Banjarnegara sebagai kota yang indah dan diberkahi. Amin..

Begitulah perjalanan Iqbal dalam novel Musafir Cinta yang sebenarnya masih banyak adegan seru yang tidak kuceritakan…. kalo mau versi lengkapnya beli novelnya, Cuma Rp38.000 dengan tebal 330 halaman. Dan masih ada kelanjutannya loh di di novel Makrifat Cinta (episode terakhir)…. okey….